Selasa, 13 Desember 2011

ikatan van der waals



ISWAHYUDI (03071003112)

Ikatan Van der Waals

Gaya dorong pembentukan ikatan hidrogen adalah distribusi muatan yang tak seragam dalam molekul, atau polaritas molekul (dipol permanen). Polaritas molekul adalah sebab agregasi molekul menjadi cair atau padat. Namun, molekul non polar semacam metana CH4, hidrogen H2 atau He (molekul monoatomik) dapat juga dicairkan, dan pada suhu yang sangat rendah, mungkin juga dipadatkan. Hal ini berarti bahwa ada gaya agreagasi antar molekul-molekul ini.. Gaya semacam ini disebut dengan gaya antarmolekul.


Semua atom dan molekul (bahkan atom gas mulia) menunjukkan saling tarik-menarik berjangkauan pendek yang ditimbulkan oleh gaya Van der Waals (gaya tarik antar dipol sesaat).
Gaya van der Waals merupakan penyebab dari kondensasi gas menjadi zat cair dan pembekuan zat cair menjadi zat padat walau tdk terdapat mekanisme ikatan ionik, kovalen atau ikatan logam.
Tarikan Van der Waals berbanding lurus dengan r-7 , shg hanya penting utk molekul yang sangat berdekatan. Gaya ini sangat lemah dibandingkan dengan gaya pada ikatan kovalen maupun ikatan ionik.
Karena lemahnya ikatan ini, maka gas-gas menguap pada suhu yang rendah. Titik leleh helium, neon dan argon padat adalah : - 272,2; - 248,7 dan – 189, 2 C


Ikatan hidrogen yang didiskusikan di atas adalah salah satu jenis gaya antarmolekul. Gaya antarmolekul khas untuk molekul non polar adalah gaya van der Waals. Asal usul gaya ini adalah distribusi muatan yang sesaat tidak seragam (dipol sesaat) yang disebabkan oleh fluktuasi awan elektron di sekitar inti. Dalam kondisi yang sama, semakin banyak jumlah elektron dalam molekul semakin mudah molekul tersebut akan dipolarisasi sebab elektron- elektronnya akan tersebar luas. Bila dua awan elektron mendekati satu sama lain, dipol akan terinduksi ketika awan elektron mempolarisasi sedemikian sehingga menstabilkan yang bermuatan berlawanan. Dengan gaya van der Waals suatu sistem akan terstabilkan sebesar 1 kkal mol-1. Bandingkan harga ini dengan nilai stabilisasi yang dicapai dengan pembentukan ikatan kimia (dalam orde 100 kkal mol-1). Kimiawan kini sangat tertarik dengan supramolekul yang terbentuk dengan agregasi molekul dengan gaya antarmolekul.
Gas yang mengikuti hukum Boyle dan hukum Charles, yakni hukum gas ideal (persamaan (6.5)), disebut gas ideal. Namun, didapatkan, bahwa gas yang kita jumpai, yakni gas nyata, tidak secara ketat mengikuti hukum gas ideal. Semakin rendah tekanan gas pada temperatur tetap, semakin kecil deviasinya dari perilaku ideal. Semakin tinggi tekanan gas, atau dengan dengan kata lain, semakin kecil jarak intermolekulnya, semakin besar deviasinya.

Paling tidak ada dua alasan yang menjelaskan hal ini. Peratama, definisi temperatur absolut didasarkan asumsi bahwa volume gas real sangat kecil sehingga bisa diabaikan. Molekul gas pasti memiliki volume nyata walaupun mungkin sangat kecil. Selain itu, ketika jarak antarmolekul semakin kecil, beberapa jenis interaksi antarmolekul akan muncul.

Fisikawan Belanda Johannes Diderik van der Waals (1837-1923) mengusulkan persamaan keadaan gas nyata, yang dinyatakan sebagai persamaan keadaan van der Waals atau persamaan van der Waals. Ia memodifikasi persamaan gas ideal (persamaaan 6.5) dengan cara sebagai berikut: dengan menambahkan koreksi pada P untuk mengkompensasi interaksi antarmolekul; mengurango dari suku V yang menjelaskan volume real molekul gas. Sehingga didapat:

[P + (n2a/V2)] (V – nb) = nRT (6.12)

a dan b adalah nilai yang ditentukan secara eksperimen untuk setiap gas dan disebut dengan tetapan van der Waals (Tabel 6.1). Semakin kecil nilai a dan b menunjukkan bahwa perilaku gas semakin mendekati perilaku gas ideal. Besarnya nilai tetapan ini juga berhbungan denagn kemudahan gas tersebut dicairkan.

Gas ideal dan gas nyata

a. Persamaan keadaan van der Waals

Gas yang mengikuti hukum Boyle dan hukum Charles, yakni hukum gas ideal (persamaan (6.5)), disebut gas ideal. Namun, didapatkan, bahwa gas yang kita jumpai, yakni gas nyata, tidak secara ketat mengikuti hukum gas ideal. Semakin rendah tekanan gas pada temperatur tetap, semakin kecil deviasinya dari perilaku ideal. Semakin tinggi tekanan gas, atau dengan dengan kata lain, semakin kecil jarak intermolekulnya, semakin besar deviasinya.
Paling tidak ada dua alasan yang menjelaskan hal ini. Peratama, definisi temperatur absolut didasarkan asumsi bahwa volume gas real sangat kecil sehingga bisa diabaikan. Molekul gas pasti memiliki volume nyata walaupun mungkin sangat kecil. Selain itu, ketika jarak antarmolekul semakin kecil, beberapa jenis interaksi antarmolekul akan muncul.
Fisikawan Belanda Johannes Diderik van der Waals (1837-1923) mengusulkan persamaan keadaan gas nyata, yang dinyatakan sebagai persamaan keadaan van der Waals atau persamaan van der Waals. Ia memodifikasi persamaan gas ideal (persamaaan 6.5) dengan cara sebagai berikut: dengan menambahkan koreksi pada P untuk mengkompensasi interaksi antarmolekul; mengurango dari suku V yang menjelaskan volume real molekul gas. Sehingga didapat:
[P + (n2a/V2)] (V – nb) = nRT (6.12)
a dan b adalah nilai yang ditentukan secara eksperimen untuk setiap gas dan disebut dengan tetapan van der Waals (Tabel 6.1). Semakin kecil nilai a dan b menunjukkan bahwa perilaku gas semakin mendekati perilaku gas ideal. Besarnya nilai tetapan ini juga berhbungan denagn kemudahan gas tersebut dicairkan.
Tabel 6.1 Nilai tetapan gas yang umum kita jumpai sehari-hari.
gas
a
(atm dm6 mol-2)
b
(atm dm6 mol-2)
He
0,0341
0,0237
Ne
0,2107
0,0171
H2
0,244
0,0266
NH3
4,17
0,0371
N2
1,39
0,0391
C2H
4,47
0,0571
CO2
3,59
0,0427
H2O
5,46
0,0305
CO
1,49
0,0399
Hg
8,09
0,0170
O2
1,36
0,0318
Latihan 6.4 Gas ideal dan gas nyata
Suatu sampel 10,0 mol karbon dioksida dimasukkan dalam wadah 20 dm3 dan diuapkan pada temperatur 47 °C. Hitung tekanan karbon dioksida (a) sebagai gas ideal dan (b) sebagai gas nyata. Nilai hasil percobaan adalah 82 atm. Bandingkan dengan nilai yang Anda dapat.
Jawab: Tekanan menurut anggapan gas ideal dan gas nyata adalah sbb:
P = nRT/V = [10,0 (mol) 0,082(dm3 atm mol-1 K-1) 320(K)]/(2,0 dm3) = 131 atm
Nilai yang didapatkan dengan menggunakan persamaan 6.11 adalah 82 atm yang identik dengan hasil percobaan.
Hasil ini nampaknya menunjukkan bahwa gas polar semacam karbon dioksida tidak akan berperilaku ideal pada tekanan tinggi.

b. Temperatur dan tekanan kritis

Karena uap air mudah mengembun menjadi air, telah lama diharapkan bahwa semua gas dapat dicairkan bila didinginkan dan tekanan diberikan. Namun, ternyata bahwa ada gas yang tidak dapat dicairkan berapa besar tekanan diberikan bila gas berada di atas temperatur tertentu yang disebut temperatur kritis. Tekanan yang diperlukan untuk mencairkan gas pada temperatur kritis disebut dengan tekanan kritis, dan wujud materi pada temperatur dan tekanan kritis disebut dengan keadaan kritis.
Temperatur kritis ditentukan oleh atraksi intermolekul antar molekul-molekul gas. Akibatnya temperatur kritis gas nonpolar biasanya rendah. Di atas nilai temperatur kritis, energi kinetik molekul gas jauh lebih besar dari atraksi intermolekular dan dengan demikian pencairan dapat terjadi.
Tabel 6.2 Temperatur dan tekanan kritis beberapa gas yang umum dijumpai.
Gas
Temperatur
kritis (K)
Tekanan
kritis (K)
Gas
Temperatur
kritis (K)
Tekanan kritis (atm)
H2O
647,2
217,7
N2
126,1
33,5
HCl
224,4
81,6
NH3
405,6
111,5
O2
153,4
49,7
H2
33,3
12,8
Cl2
417
76,1
He
5,3
2,26

c. Pencairan gas

Di antara nilai-nilai koreksi tekanan dalam tetapan van der Waals, H2O, amonia dan karbon dioksida memiliki nilai yang sangat besar, sementara oksigen dan nitrogen dan gas lain memiliki nilai pertengahan. Nilai untuk helium sangat rendah.
Telah dikenali bahwa pencairan nitrogen dan oksigen sangat sukar. Di abad 19, ditemukan bahwa gas-gas yang baru ditemukan semacam amonia dicairkan dengan cukup mudah. Penemuan ini merangsang orang untuk berusaha mencairkan gas lain. Pencairan oksigen atau nitrogen dengan pendinginan pada tekanan tidak berhasil dilakukan. Gas semacam ini dianggap sebagai “gas permanen” yang tidak pernah dapat dicairkan.
Baru kemudian ditemukan adanya tekanan dan temperatur kritis. Hal ini berarti bahwa seharusnya tidak ada gas permanen. Beberapa gas mudah dicairkan sementara yang lain tidak. Dalam proses pencairan gas dalam skala industro, digunakan efek Joule-Thomson. Bila suatu gas dimasukkan dalam wadah yang terisolasi dengan cepat diberi tekan dengan menekan piston, energi kinetik piston yang bergerak akan meningkatkan energi kinetik molekul gas, menaikkan temperaturnya (karena prosesnya adiabatik, tidak ada energi kinetik yang dipindahkan ke dinding, dsb). Proses ini disebut dengan kompresi adiabatik. Bila gas kemudian dikembangkan dengan cepat melalui lubang kecil, temperatur gas akan menurun. Proses ini adalah pengembangan adiabatik. Dimungkinkan untuk mendinginkan gas dengan secara bergantian melakukan pengembangan dan penekanan adiabatik cepat sampai pencairan.
Dalam laboratorium, es, atau campuran es dan garam, campuran es kring (padatan CO2) dan aseton biasa digunakan sebagai pendingin. Bila temperatur yang lebih rendah diinginkan, nitrogen cair lebih cocok karena lebih stabil dan relatif murah.
HUKUM VAN’T HOFF
a. TEKANAN OSMOTIK ( phi )

Tekanan osmotik adalah tekanan yang diberikan pada larutan yang dapat menghentikan perpindahan molekul-molekul pelarut ke dalam larutan melalui membran semi permeabel  (proses osmosis).
Menurut VAN’T Hoff tekanan osmotik mengikuti hukum gas ideal:
PV = nRT
Karena tekanan osmotik =  phi, maka :
phi =  n/V R T = C R T
dimana :
phi = tekanan osmotik (atmosfer)
C        = konsentrasi larutan (mol/liter= M)
R        = tetapan gas universal = 0.082 liter.atm/moloK
T        = suhu mutlak (oK)
- Larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih rendah dari yang lain disebut larutan Hipotonis.
- Larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih tinggi dari yang lain  disebut larutan hipertonis
- Larutan-larutan yang mempunyai tekanan osmotik sama disebut Isotonis.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa larutan elektrolit di dalam pelarutnya mempunyai kemampuan untuk mengion. Hal ini mengakibatkan larutan elektrolit mempunyai jumlah partikel yang lebih banyak daripada larutan non elektrolit pada konsentrasi yang sama.
b. Sifat koligatif larutan elektrolit dan non elektrolit


Pada 1885, Van’t Hoff menyimpulkan bahwa ada hubungan antara sifat larutan dan sifat gas
PV = nRT (untuk gas)
    
pV  =  n RT  (untuk larutan)

Rumus larutan elektrolit sama dengan larutan non elektrolit. Bedanya, untuk larutan elektrolit dikali dengan faktor Van’t Hoff (i)
Faktor Van’t Hoff(i) i = [1+α (n-1)]
Keterangan :
n = jumlah kation dan anion
α = derajat ionisasi
Yang menjadi ukuran langsung dari keadaan (kemampuannya) untuk mengion adalah derajat ionisasi.
Besarnya derajat ionisasi ini dinyatakan sebagai:

α = jumlah mol zat yang terionisasi/jumlah mol zat mula-mula

Untuk larutan elektrolit kuat, harga derajat ionisasinya mendekati 1, sedangkan untuk elektrolit lemah, harganya berada di antara 0 dan 1 (0 < α < 1).
Atas dasar kemampuan ini, maka larutan elektrolit mempunyai pengembangan di dalam perumusan sifat koligatifnya sebagai berikut:
Faktor Van’t Hoff(i)  i = [1+α (n-1)]
1.) Untuk Kenaikan Titik Didih dinyatakan sebagai:
rTb = m . Kb [1 + α (n-1)] = W/Mr . 1000/p . Kb [1+ α (n-1)] 
n menyatakan jumlah ion dari larutan elektrolitnya.
2.) Untuk Penurunan Titik Beku dinyatakan sebagai:
rTf = m . Kf [1 + α (n-1)] = W/Mr . 1000/p . Kf [1+ α (n-1)]
3.) Untuk Tekanan Osmotik dinyatakan sebagai:
 = C R T [1+ α (n-1)]
4.) Untuk penurunan tekanan uap (rP) dinyatakan sebagai:
rP = po . XA. [1+ α (n-1)]

heat exchanger


Heat Exchanger
Heat Exchanger adalah alat penukar panas yang dapat digunakan untuk memanfaatkan atau mengambil panas dari suatu fluida untuk dipindahkan ke fluida lain. Proses perpindahan panas ini biasanya terjadi dari fase cair ke fase cair atau dari fase uap ke fase cair.
Klasifikasi heat exchanger berdasarkan fungsinya yaitu:
1.      Heat exchanger
Alat ini menjalankan dua fungsi yaitu
  1. memanfaatkan fluida dingin
  2. menggunakan fluida panas yang didinginkan
Hampir tidak ada panas yang hilang di dalam perpindahan panas. Tipe heat exchanger yang banyak digunakan adalah
1). Tipe shell and tube
Tipe ini mempunyai luas penampang perpindahan panas yang besar jika dibandingkan dengan tipe double pipe. Oleh karena itu tipe ini banyak digunakan dalam industri minyak dan gas bumi.
2). Tipe double pipe
Tipe ini dipergunakan bila aliran fluida tidak terlalu banyak (luas perpindahan panasnya tidak terlalu besar). Tipe ini akan lebih efektif bila digunakan dengan memakai sirip (fin), apabila fluida berbentuk vapor atau viscous.

2.      Cooler
Alat ini berfungsi untuk mendinginkan fluida cair, gas dengan menggunakan mediapendingin air atau udara.
Tipe-tipe cooler, antara lain:
  1. tipe pipe coil
1). Spiral COIL
2). PIPE COIL
3). Box cooler (lebih baik/bagus yang tube-3 dan shell)
  1. Tipe air cooler
media pendingin yang digunakan adalah udara
3.      Condenser
Alat ini berfungsi untuk mengembunkan uap atau campuran uap. Sebagai media pendingin biasanya digunakan air. Umumnya condenser memiliki tipe shell and tube dan dapat mempunyai dua tipe yaitu tipe vertical dan tibe horizontal yang masing-masing mempunyai keuntungan sendiri-sendiri.
Tipe-tipe condenser berdasarkan fungsi:
  1. Partial condenser
Condenser ini memiliki fungsi hanya mengembunkan sebagian dari total uap yang dihasilkan (kondensat) yang dipakai sebagai reflux. Condenser ini biasanya dipasang dekat puncak dalam fraksinasi.
  1. Overhead condenser
Condenser ini memerankan 3 hal pada saat bersamaan yakni mendinginkan uap, mengembunkan uap menjadi cairan, kemudian mendinginkan  menjadi cairan tersebut
  1. Surface condenser
Condenser ini berfungsi untuk mengkondensasikan steam, yang mana kondensasi ini dijalankan dengan tekanan vakum dari 1 sampai 1,5 inHg absolute. Untuk membuat tekanan vakum digunakan ejector.

4.      Heater
Alat ini berfungsi untuk memanaskan fluida cair atau uap dengan menggunakan steam atau air panas yang mana dengan memberikan sensible heat
5.      Evaporator
Alat ini berfungsi untuk mendinginkan  atau menguapkan fluida cair dengan menggunakan steam atau media panas lainnya.
6.      Chiller
Alat ini berfungsi untuk mendinginkan fluida pada temperature rendah. Sebagai media pendinginnya dapat digunakan air, propane, Freon, ataupun amoniak
7.      Reboiler
Biasanya dihubungkan dengan dasar kolom fraksionasi atau stripper untuk melengkapi panas pendidihan yang diperlukan untuk destilasi. Sebagai media pemanas dapat berupa steam atau fluida panas (misalnya residu). Tipe dari alat ini adalah tipe ketel dengan tipe shell and tube, dimana shell membesar untuk memindahkan penguapan. Selain itu dapat digunakan furnace.
Macam-macam reboiler:
  1. Natural Circulation/thermosiphon reboiler yang memdidih diperoleh dengan mempertahankan head yang cukup dari liquid untuk melengkapi sirkulasi.
  2. Forced circulation reboiler dengan menggunakan  pompa untuk mendorong liquid masuk reboiler
8.      Air cooled exchanger (air cooler)
Air cooler exchanger digunakan untuk mendinginkan fluida pada suhu ambient dengan udara. Diklasifikasikan sebagai berikut
  1. Forced draft
Bila letak tube pada daerah discharge dan fan
  1. Induced draft
Bila letak tub pada daerah suction dan fan


Klasifikasi Heat Exchanger berdasarkan kontruksinya:
1.      Fixed tube sheet
Kedua tube sheet tepat pada shell. Kelemahan dari tipe ini adalah jika perbedaan suhu telalu besar maka tube akan bengkok
2.      Floating Heat/tube sheet (removeable and non removeable bundles)
Satu tube sheet ‘loates’ dalam shell, yang lain tepat pada shell. Tipe ini dapat digunakan pada suhu tinggi (>200oF), dapat dioperasikan pada fluida yang kotor
3.      U-tube, U-bundle
Hanya pada satu tube sheet dioperasikan pada tube bentuk U. dapat digunakan pada suhu yang tinggi.
4.      Kettle
Tube bundle removable sebagai tipe U dan floating head. Shell membesar untuk memudahkan pendidihan dan penguapan.
5.      Double pipe
Masing-masing tube mempunyai shell sendiri-sendiri untuk membentuk ruang annulus. Biasa digunakan finned tube
6.      Pipe coil
Tipe pipe coil yaitu:
  1. Spiral coil
Coil yang direndam dal;am box coil yang berisi air, digunakan untuk pemanasan dan pendinginan. Coil berbentuk spiral.
  1. Pipe coil
Biasa dipasang pada dasar suatu tankiuntuk memanaskan isi tanki dengan aliran steam dalam pipa. Dapat berbentuk hair pain, spiral, tipe ring.
  1. Box coil
Pendinginan dilakukan dengan jalan mengalirkan fluida panas dalam suatu coil yang tercelup dalam media pendingin air.


Klasifikasi Heat exchanger berdasarkan Standar TEMA.

TEMA (Tubular Exchanger Manufacturing Assosiation), mengklasifikasikan HE berdasarkan perencanaan dan pembuatannya menjadi tiga kelas yaitu:
1.      Hean exchanger kelas ‘R’ umumnya digunakan untuk industri minyak dan peralatan untuk proses tersebut
2.      Heat exchanger kelas ‘C’ umumnya digunakan untuk keperluan komersil
3.      Heat exchanger kelas ‘B’ umumnya digunakan untuk proses kimia.
Klasifikasi heat exchanger berdasarkan jenis alirannya:
1.      Heat exchanger counter current (aliraran berlawanan arah)
Jika aliran kedua fluida yang mengalir dalam HE berlawanan arahnya
2.      Heat exchanger co-current (aliran searah)
Jika aliran fluida yang didinginkan dengan media pendinginnya searah.
3.      Hear exchanger cross current (aliran silang)
Jika aliran fluida yangmengalir dalam HE saling memotong arah
Alat Penukar Panas Dilihat dari arah Aliran dan Tube Layout
Apabila ditinjau aliran fluida alat penukar panas ini dibagi dalam tiga macam aliran, yaitu:
1.      Aliran sejajar
2.      Aliran berlawanan arah atau counter flow
3.      aliran kombinasi
Susunan tube (tube layout) akan mempengaruhi baik bruknya perpindahan panas. Disamping itu, pemilihan harus mempertimbangkan system pemeliharaan yang akan dilakukan. Pembersihan tube dengan mekanikan atau secara kimiawi akan mempengaruhi pemilihan dari tube. Selain susunannya yang terjadi, aliran laminar atau turbulen, bersih atau kotor fluida yang mengalir. Susunan tube terdiri dari:
1.      Tube dengan susunan bujur sangkar (In-line square pitch)
2.      Tube dengan susunan segitiga samam sisi (Triangular pitch)
3.      Tube dengan susunan berbentuk belah ketupat (Diamond square pitch)
4.      Tube dengan susunan segitiga diputar 60oC (Rotated triangular pitch)
 Shell and Tube Heat exchanger
Secara keseluruhan komponen utama penyusun shell and tube heat exchanger adalah:
1.      Shell
Biasanya berbentuk silinder yang berisi tube bundle sekaligussebagai wadah mengalirnya zat
2.      Head stationer
Head stationer merupakan salah satu bagian ujung dari penukar panas. Pada bagian ini terdapat saluran masuk fluida yang mengalir kedalam tube.
3.      Head bagian belakang
Head bagian belakang ini terletak diujung lain dari alat penukar panas
4.      Sekat (baffle)
Sekat digunakan untuk membelokkan atau membagi aliran dari fluida dalam alat penukar panas. Untuk menentukan sekat diperlukan pertimbangan teknis dan operasional.
Macam-macam baffle yaitu:
  1.     Horisontal cut baffle
1)      Baik untuk semua fase gas atau fase liquid dalam shell
2)      Baik ada dissolves gas dalam liquid yang dapat dilepaskan dalam heat exchanger maka perlu diberi ‘notches’ dalam baffle
  1.     Vertical cut baffle
Baik untuk liquid yang membawa suspended matter atau yang heavy fouling fluida
  1.      Disc and doughtnut baffle
1)      Fluida harus bersih, bila tidak akan terbentuk sediment dibelokkan doughtnut
2)      Kurang baik, sebab bila ada dissolved gas yang terlepas, bias dilepaskan melalui top  dari doughtnut, bila ada kondensat liquid tidak dapat di drain tanpa large ports pada doughtnut.
  1.       Baffle dengan annular orifice
Baffel ini jarang digunakan kerena terdiri dari full circular plate dengan lubang-lubang untuk semua tube.
  1.     Longitudinal baffle
Digunakan pada shell side untuk membagi aliran shell side menjadi dua atau beberapa bagian untuk memberikan kecepatan yang lebih tinggi untuk perpindahan panas yang lebih baik.
5.  Tube
Tube merupakan pemisah dan sebagai pengantar panas yang berbeda suhunya diantara dua zat yang berada di dalam suatu alat. Pemilihan tube ini harus sesuai dengan suhu, tekanan, dan sifat korosi fluida yang mengalir.
Tube ada dua macam, yaitu:
  1.     Tube polos (bare tube)
  2.      Tube bersirip (finned tube)
6. Tube sheet
Berfungsi sebagai tempat duduk tube bundle pada shell
7.       Channel and pass partition
Channel merupakan tempat keluar masuknya fluida pada tube, sedangkan pass partition merupakan pembatas antara fluida yang masuk dan  keluar tube.

 8.      Shell cover and channel cover
Shell cover and channel cover adalah tutup yang dapat dibuka pada saat pembersihan.

2.7.Fouling factor (Rd)

              Dalam heat exchanger, fouling adalah peristiwa terakumulasinya padatan yang tidak dikehendaki dipermukaan penukar panas yang terkontak dengan fluida kerja, termasuk permukaan perpindahan panas. Peristiwa tersebut adalah pengedapan, pengerakan, korosi, polimerisasi dan proses-proses biologi.
              Fouling mengakibatkan kenaikan tahanan perpindahan panas, sehingga meningkatkan biaya, baik investasi maupun perawatan. Akibatnya terjadinya fouling, ukuran penukar panas menjadi lebih besar, kehilangan energi meningkat, waktu shut down dapat lebih panjang, dan biaya perawatan meningkat.Antisipasi terhadap terjadinya fouling dalam perancangan , dengan memiliki variable operasi dan konfigurasi yang tepat, dapat menekan terjadinya fouling dan kerugian diatas.
Pencegahan fouling dapat dilakukan dengan tindakan :
1.      Menekan potensi fouling, misalnya dengan penyaringan
2.      Menggunakan bahan konstruksi yang tahan terhadap korosi
3.      Menepatkan nozzle ( tube side dan shell side ) di permukaan tertinggi atau     terendah pada heat exchanger, untuk menghindari terjadinya kantung-kantung gas ataupun kantung volume fluida diam. Interface gas cair merupakan lokasi terjadinya korosi, dan kantung udara diam memungkinkan terjadinya pengendapan.
              Fouling factor adalah suatu angka yang menunjukan hambatan akibat adanya kotoran yang terbawa oleh fluida yang mengalir dalam heat exchanger. Kotoran ini berupa lumpur, polimer, dan deposit lain yang terbentuk di bagian dalam maupun bagian luar dinding tube exchanger. Nilai ini digunakan untuk mendesain agar mengetahui hambatan yang masih diperbolehkan selama operasi normal sebelum pembersihan.
              Fouling factor tergantung pada nilai koefisien perpindahan panas ke seluruh permukaan bersih, Uc, dan nilai koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk permukaan kotor, Ud. Jika fouling factor makin besar efisiensi perpindahan panas semakin menurun dan akibatnya pressure drop makin besar.
              Secara umum yang dapat menyebabkan terjadinya fouling pada alat operasi adalah :
1.      Hard Deposit, yaitu kerak yang berasal dari hasil korosi maupun cooking
2.      Porous Deposit, yaitu kerak yang berasal dari dekomposisi dari kerak keras
3.             Loss Deposit, yaitu berasal dari deposit seperti lumpur dan material lunak yang lain.








acronim perminyakan

Acronyms
A
-
B
BBK:
Bahan Bakar Khusus.
BBL:
Oil Barrel
BBM:
Bahan Bakar Minyak
BBMK:
Bahan Bakar Minyak Khusus
BMG:
Busker Manta Gummy
BMN:
Barang Milik Negara
BNI:
PT Bank Negara Indonesia
BOB
Badan Operasi Bersama
BOE:
Barrel of Oil Equivalent
BOPD:
Barrel Oil Per Day
BSCF:
Billion Standard Cubic Feet
BSCFD:
Billion Standard Cubic Feet
BUMN:
Badan Usaha Milik Negara
C
CPA:
Contract Price Aramco
CPP:
Coastal Plain Pekanbaru
CSA:
Crude Sales Agreement
D
DMO:
Domestic Mareket Obligation
DPPU:
Depot Pengisian Pesawat Udara
E
EBIT:
Earnings Before Interest and Tax
EBITDA:
Earning Before Interest Tax Depreciation and Amortization
EPTC:
Exploration & Production Technology Center
ESP:
Electric Submersible Pump
F
FPSO:
Floating Production Storage Offloading
G
GCG:
Good Corporate Governance
GWH:
Gifawatt Hour
H
HSFO:
High Sulfur Fuel Oil
I
ICP:
Indonesian Crude Price
IFO:
Industrial Fuel Oil
IP:
Indonesian Participation

J
JOB-PSC:
Joint Operating Body-Production Sharing Contractors
JOC:
Joint Operating Contract
K
KKS:
Kontrak Kerjasama
KL:
Kilo Liter
KOB:
Kontrak Operasi Bersama
KSO:
Kerja Sama Operasi
L
LHEK:
Laporan Hasil Evaluasi Kerja
LIBYA:
Pertamina EP Libya Limited
\
LPG:
Liquified Petroleum Gas
M
M&T:
Marketing and Trading
MBOPD:
Million Barrels of Oil Per Day
MFO:
Marine Fuel Oil
MGO:
Marine Gas Oil
MMBBL:
Million Barrels
MMBOE:
Million Barrels of Oil Equivalent
MMOPS:
Mean Oil Platts Singapore
MPPK:
Masa Persiapan Pensiun Karyawan
MSCF:
Million Standard Cubic Feet
MT:
Metric Ton
MTN:
Medium Term Notes
N
NBBM:
Non Bahan Bakar Minyak
NOI:
Number of Incident
O
ONJW:
Offshore North West Java
P
PDSI:
PT Pertamina Drilling Services Indonesia
PEP:
PT Pertamina EP
PEPC:
PT Pertamina EP Cepu
PERTAGAS:
PT Pertamina Gas
PETRAL:
Pertamina Energy Trading Limited
PGE:
PT Pertamina Geothermal Energy
PHE:
PT Pertamina Hulu Energi
PKBL:
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan
PKS:
Premium Kerosine Solar
PLN:
Perusahaan Listrik Negara
PNPB:
Penerimaan Negara Bukan Pajak
PPEJ:
Pertamina-Petrochina East Java
PPI:
Pertamina Participating Interest
PSAK:
Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan
PSC:
Production Sharing Contract
PSL:
Past Service Liability
PSO:
Public Service Obligation
PUKK:
Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi
Q
-
R
RKAP:
Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan
ROC:
ROC Oil Company
ROE:
Return On Equity
RUPS:
Rapat Umum Pemegang Saham
S
SDM:
Sumber Daya Manusia
SP:
Stasiun Pengumpul
SPBU:
Stasiun Pengisi Bahan Bakar Umum
T
TA:
Total Assets
TA:
Turn Around
TAC:
Technical Assistance Contract
TATO:
Total Assets Turn Over
TMS:
Total Modal Sendiri
TNI:
Tentara Negara Indonesia
TTU:
Terminal Transit Utama
TWU:
Tri Wahana Universal
U
UBEP:
Unit Bisnis Eksplorasi dan Pengembangan
UP:
Unit Pengolahan
V
-
W
-
X
-
Y
-
Z
-